Seputar Hukum Puasa Ramadhan serta Dalil - Dalam bahasa Arab, istilah puasa disebut dengan “shoum”. Shoum
secara bahasa maknanya ialah imsak atau menahan diri dari makan, minum,
berbicara, nikah, dan berjalan. Sedangkan menurut istilah shoum bermakna
menahan diri dari segala pembatal dengan tata cara yang khusus.
Yang menunjukkan bahwa puasa Ramadhan itu wajib adalah dalil
Al Qur’an, As Sunnah bahkan kesepakatan para ulama (ijma’ ulama).
Hukum dan Dalil Puasa di Bulan Ramadhan
Hukum puasa Ramadhan itu wajib bagi setiap muslim yang
baligh (dewasa) (baca : tanda akil baligh menurut Islam), berakal, dalam
keadaan sehat, dan dalam keadaan mukim (tidak bersafar). Ada juga ulama
menambahkan syarat wajib puasa yaitu mengetahui akan wajibnya puasa (lihat Al
Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 28: 20 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2: 88).
Dikatakan di atas bagi orang yang berakal, lantas timbul
pertanyaan, yaitu:
1. Bagaimana puasa orang yang pingsan?
Dijelaskan oleh Muhammad Al Hishni bahwa jika hilang
kesadaran dalam keseluruhan hari (dari terbit fajar Subuh hingga tenggelam
matahari), maka tidak sah puasanya. Jika tidak, yaitu masih sadar di sebagian
waktu siang, puasanya sah. Demikian menurut pendapat terkuat dari perselisihan
kuat yang terdapat pada perkataan Imam Syafi’i. (Lihat pembahasan Kifayatul
Akhyar, hal. 251 dan Hasyiyah Al Baijuri, 1: 561).
2. Bagaimana dengan orang yang tidur seharian, apakah puasanya
sah?
Ada ulama yang mengatakan tidak sah sebagaimana perihal
pingsan di atas. Namun yang shahih dari pendapat madzhab Syafi’i, tidur
seharian tersebut tidak merusak puasa karena orang yang tidur masih termasuk
ahliyatul ‘ibadah yaitu orang yang dikenai kewajiban ibadah. (Lihat pembahasan Kifayatul Akhyar, hal. 251).
Di antara dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah Ta’ala,
yaitu:
“Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah : 183)
Dalil dari As Sunnah adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam,
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak
ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah
utusan-Nya, menegakkan shalat, menunaikan zakat, menunaikan haji, dan berpuasa
di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16, dari ‘Abdullah bin
‘Umar).
Wajibnya puasa ini juga sudah ma’lum minnad dini bidhoruroh yaitu secara pasti sudah diketahui
wajibnya karena puasa adalah bagian dari rukun Islam (Ad Daroril Mudhiyyah, hal. 263). Sehingga seseorang bisa
digolongkan sebagai kafir jika mengingkari kewajiban ini (Shahih Fiqh Sunnah,
2: 89).
Peringatan bagi Orang yang Sengaja Membatalkan Puasa
Abu Umamah menuturkan bahwa beliau mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Ketika aku tidur, aku didatangi oleh
dua orang laki-laki, lalu keduanya menarik lenganku dan membawaku ke gunung
yang terjal. Keduanya berkata, ”Naiklah”. Lalu kukatakan, ”Sesungguhnya aku
tidak mampu.” Kemudian keduanya berkata, ”Kami akan memudahkanmu”. Maka aku pun
menaikinya sehingga ketika aku sampai di kegelapan gunung, tiba-tiba ada suara
yang sangat keras. Lalu aku bertanya,”Suara apa itu?” Mereka menjawab,”Itu
adalah suara jeritan para penghuni neraka.”
Kemudian dibawalah aku berjalan-jalan dan aku sudah bersama
orang-orang yang bergantungan pada urat besar di atas tumit mereka, mulut
mereka robek, dan dari robekan itu mengalirlah darah. Kemudian aku (Abu Umamah)
bertanya, ”Siapakah mereka itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab,
”Mereka adalah orang-orang yang berbuka (membatalkan puasa)
sebelum tiba waktunya.” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya 7: 263, Al Hakim 1:
595 dalam mustadroknya. Adz Dzahabi mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai
syarat Muslim namun tidak dikeluarkan olehnya. Penulis kitab Shifat Shaum Nabi
(hal. 25) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.)
Begitulah siksaan yang diperuntukkan bagi mereka yang membatalkan
puasa secara sengaja dalam hadits ini, lantas bagaimana lagi dengan orang yang
enggan berpuasa sejak awal Ramadhan sehingga tidak pernah berpuasa sama sekali.
Naudzubillah!
Adz Dzahabiy sampai-sampai mengatakan, “Siapa saja yang
sengaja tidak berpuasa Ramadhan, bukan karena sakit atau uzur lainnya, maka
dosa yang dilakukan lebih jelek dari dosa berzina, penarik upeti (dengan
paksa), pecandu miras (minuman keras), bahkan orang seperti ini diragukan
keislamannya dan disangka sebagai orang yang terjangkiti kemunafikan dan
penyimpangan.” (Al Kabai-r, hal. 30).
sumber:
panduan ramadhan by ustad Muhammad Abduh Tuasikal
Simak artikel tentang puasa lainnya di panduanpuasaramadhan.blogspot.com
0 Response to "Seputar Hukum Puasa Ramadhan dan Dalilnya"
Post a Comment
Silahkan Komentar!